loading...

Sunday, April 18, 2021

Istri Istri Muhammad (Ep 15)


Masih perdebatan antara Basam Zawadi vs Ali Sina tentang Syafiah...


Zawadi melanjutkan:

Suatu ketika saat Zaynab bint Jahsh dan Safiyah pergi bersama Nabi dalam salah satu perjalanannya, unta Safiyah jatuh sakit. Nabi berkata kepada Zaynab, “Unta Safiyah jatuh sakit, bagaimana kalau engkau memberikannya salah satu untamu”. Ia berkata, “Aku tidak akan pernah memberikannya kepada perempuan Yahudi seperti itu”. Nabi menjadi marah padanya dan tidak menghampirinya selama dua bulan. [Ahmad, vol. 6, hal 336-337, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, hal 173].


Tanggapan Ali Sina:

Apa yang dapat dipelajari dari hadis ini? Bagi muslim, yang dapat dipelajari adalah apa yang tertulis. Bagi orang yang rasional, hadis ini menunjukkan betapa Safiyah merasa diasingkan di antara istri istri Arab Muhammad. Ia melakukan semuanya untuk mendapatkan kasih musuh-musuhnya. Ia memberikan mereka hadiah-hadiah. Ia berpura-pura mencintai Muhammad sedangkan jelas terlihat oleh semua orang, kecuali Muhammad, bahwa ia tidak tulus.


Wanita muda ini mempunyai insting yang kuat untuk mempertahankan hidupnya. Ya, Muhammad mungkin telah tertipu karena mengira Safiyah mencintainya. Siapakah yang mau meminta seorang wanita Khaybar untuk memasak baginya, setelah ia membunuh orang-orang yang dikasihi wanita itu, kecuali ia memang benar-benar bodoh?


Orang-orang yang narsistik hidup dalam dunia fantasi. Muhammad menyangka ia orang yang istimewa dan secara alamiah harus dicintai semua orang, kecuali orang yang dianggapnya memiliki penyakit dihatinya. Bagaimanapun, realita sangat jauh berbeda. Safiyah hanya berusaha mempertahankan hidupnya. Sekalipun ia menderita sindrom, ia tidak sebodoh itu untuk jatuh cinta pada seorang pria tua yang telah menghancurkan hidupnya dan membantai orang-orang yang dikasihinya. Sindrom bukanlah cinta.


Zawadi melanjutkan:

Nabi selalu memperlakukan Safiyah dengan sopan, kelembutan dan kasih sayang. Safiyah berkata, “Utusan Allah menunaikan ibadah Haji dengan istri-istrinya. Di perjalanan untaku jatuh berlutut karena untaku adalah yang terlemah dari semua unta, lalu aku menangis. Nabi datang padaku dan menghapus airmataku dengan baju dan tangannya. Semakin ia memintaku untuk tidak menangis, semakin keras aku menangis. [Ahmad, vol.6, hal 337, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, hal 176].


Tanggapan Ali Sina:

Wow! Kisah ini memilukan hati ya?! Jika anda punya hati, anda akan menangis juga..? Jika anda masih punya empati, tempatkanlah diri anda pada posisi gadis muda ini. Bayangkan anda ditawan dan hidup di antara orang-orang yang telah membunuh seluruh keluarga anda yang anda cintai. Anda tidak tahu harus pergi kemana dan tidak ada seorangpun yang dapat dijadikan tempat untuk bersandar. Anda dihina oleh orang-orang di sekitar anda. Satu-satunya orang yang menunjukkan kasih pada anda adalah orang yang telah membunuh ayah dan suami anda. Ketika unta Safiyah sakit, ia menangis. Hatinya tidak sanggup lagi menanggung derita sebanyak itu.


Bodoh sekali jika kita berpikir ia menangis sesenggukan hanya karena untanya sakit. Ia menangisi penderitaannya sendiri. Saat itu ia baru berusia 17 atau 18 tahun, ia masih sangat muda. Hanya Tuhan yang tahu derita yang dirasakan Safiyah dalam hatinya. Boleh jadi wanita muda itu berdiri di depan jendelanya, di kegelapan kamarnya, memandangi bintang-bintang malam demi malam, bertanya-tanya, yang manakah dari bintang-bintang itu adalah suaminya yang dicintainya, yang manakah ayahnya. Yang manakah saudara-saudaranya dan yang manakah pamannya. Safiyah hanya sendirian, benar-benar sendirian.


Ketika Safiyah mengatakan pada Muhammad yang sedang menjelang ajal, bahwa ia berharap ia dapat menggantikan tempatnya, boleh jadi ia memang menginginkan hal itu. Kalau saya jadi Muhammad, pasti sudah berjuta kali saya ingin mati dan menyesali apa yang sudah saya lakukan.


Membaca buku-buku sirah Ibnu Ishaq, At-Tabari, Ibnu Sa’ad, Ibnu Hisyam, dll. Adalah hal yang paling menyakitkan yang pernah saya rasakan sebagai muslim. Ada terlalu banyak sakit dan penderitaan dalam buku itu. Tetapi anda harus membaca apa yang tersirat. Untuk melihat yang tersirat, anda harus melepas kacamata iman yang anda pakai sejak kecil. Ketika anda melihat dengan mata telanjang, maka anda akan melihat diri anda sendiri sebagai salah satu dari sekian banyak korban. Tapi mungkin ini adalah hal yang tidak dapat dilakukan oleh kebanyakan muslim, karena doktrin yang sudah tertanam menggiring umat Islam berpikir tunggal bahwa Muhammad adalah sang manusia mulia yang menjadi korban ke dzoliman. Tapi mereka bisa tertawa dan mengejek para korban non-Muslim yang mereka sebut kafir, musyrik, jahili, atau mereka sebut sebagai kaum najis.


Tanpa mereka sadari, mereka telah sedemikian direndahkan moralnya, hingga tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang jahat selain halal dan haram. Walaupun tinggi ilmunya dan cerdas orangnya, namun ketika mereka melihat dengan kaca mata Islam, maka mereka semakin beriman – Ketika mereka semakin beriman, mereka akan semakin fanatic – Ketika mereka semakin fanatic, mereka semakin Radikal – Ketika mereka semakin radikal, mereka kehilangan empati dan rasa saling mengasihi. Jadi masalahnya ada pada “kaca mata”.


10. MAYMUNAH BINTI AL-HARITH


Muhammad melarang banyak hal untuk orang lain, tapi sebaliknya dia melakukan hal yang dilarang itu untuk dirinya sendiri. Itu sebabnya sampai sekarang dikalangan para ulama muslim sering berbeda pendapat tentang banyak hal mengenai Islam karena Muhammad sering melakukan hal yang kontradiktif antara larangannya dengan apa yang dilakukannya.


Muhammad menikahi Maymunah bin Al-Harith pada saat musim haji. Maymunah saat itu sedang berada diatas untanya, ketika dia melihat sang Nabi, dia menjatuhkan dirinya dihadapan sang nabi dan berkata kepadanya bahwa unta dan semua yang diatasnya adalah milik Allah dan RasulNya. Muhammad mengingatkan dia bahwa mereka tengah dalam melaksanakan ibadah haji. Namun Maymunah menjawab bahwa dia tidak ingin menunggu. Beberapa saat kemudian sang Nabi mengklaim bawa menurunkan ayat;


“…dan perempuan mu’min yang menyerahkan dirinya kepada Nabi, kalau Nabi mau mengawininya sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min supaya tidak menjadi kesempitan bagimu…” (QS 33;50)

[Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam, jilid 2, hal 635]


Muhammad tidak dapat menunggu lebih lama sampai berakhirnya musim haji dan kembali ke Madinah. Paman Muhammad yakni Al Abbas segera meresmikan pernikahan itu walau ia pernah mengomentari bahwa Muhammad sedang dalam pakaian haji. Ditegaskan pula oleh Ibn Ishaq bahwa Rasulullah menikahi Maymunah pada saat perjalanan naik haji.


Tapi kisah yang diriwayatkan Ibnu Ishaq sejak abad ke-8 tersebut diatas dipermanis oleh penulis abad kekinian, seperti yang tertulis dalam buku Abbas Jamal, hal 84-86, yang menyatakan; Maimunah adalah istri terakhir Muhammad saw. Berasal dari keluarga bangsawan Quraish. Saat Muhammad s.a.w melakukan ibadah haji ditahun 7 H, maka oleh pamannya yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib diusulkan agar Muhammad menikahi Maimunah yang akan menguatkan ikatan persaudaraan. Muhammad setuju dan pernikahan dilakukan di Saraf beberapa kilometer dari Mekah. Usia Maimunah saat itu sekitar 30 tahun. Maimunah adalah janda dari Aba Rahim bin Abdi Izzi. [Sumber : Buku Pintar Agama Islam Syamsul Rijal Hamid. Penebar Salam, Bogor, 2002, hal 102; Maimunah binti Al-Harits Al Hilaliyah, istri terakhir nabi, janda dari Aba Rahim bin Abdi I’zzi].


Bukankah dalam ajaran Islam sendiri melarang menikah disaat melaksanakan ibadah haji..? Tapi sepertinya ada berbagai pendapat mengenai hal ini. Nikahnya orang yang sedang ihram (haji atau umrah) menurut jumhur ulama tidak sah, Imam Abu Hanifah dan ulama Kufah berpendapat sah.


Tapi dalam buku Abbas Jamal, pembaca muslim digiring bahwa Ibnu Abbas-lah yang mengusulkan pernikahan itu dan Muhammad setuju saja. Kaum muslim awam pasti akan lebih percaya pada kisah Abbas Jamal, dan menganggap kisah Ibnu Ishaq yang sudah ditulis sejak abad ke-8 adalah fitnah yang dilakukan oleh musuh musuh Islam, atau oleh kalangan Islam dari golongan Syiah atau Orientalis yang sengaja menjelek-jelekkan Rasulullah. Kasihan sekali..! Sirah Ibnu Ishaq lebih tua dari hadis Bukhari.


Jika umat Islam lebih percaya kepada hadis dari pada buku sirah, inilah hadisnya;


Terjemah Sahih Bukhari, jilid II, no 899:

Dari Ibnu Abbas r.a, yang berkata ; “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w mengawini Maymunah ketika sedang berihram. 


11. MARIA QUPTIYAH (Budak dari Mesir)


Suatu hari Muhammad mengutus salah satu sahabat untuk membawa surat kepada Al-Muqawqis, penguasa Mesir, dan memerintahkan agar ia memeluk Islam...


"Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Al Muqauqis pembesar bangsa Qibthi. Salam sejahtera bagi orang yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du:


Aku mengajakmu untuk memeluk Islam. Masuk Islamlah engkau, niscaya engkau selamat. Masuk Islamlah, Allah akan memberimu pahala dua kali lipat. Namun bila engkau berpaling, niscaya engkau akan menanggung dosa bangsa Qibthi.


(Allah berfirman), 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) sama antara kami dengan kamu, yaitu bahwa kita tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah dan tidak mempersekutukanNya dengan apapun dan tidak  (pula) sebagian yang lain sebagai sembahan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka. 'Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)'." (Ali Imran:64)


Muqauqis menjawab, "Sesungguhnya kami telah mempunyai agama tersendiri, yang tidak akan kami tinggalkan kecuali karena ada agama yang lebih baik darinya."

[Sirah Nabawiyah-Syeikh Syafiyurrahman Al-Mubarakhfury]


Al-Muqawqis tidak mengindahkan perintah Muhammad, tapi ia mengetahui kelemahan Muhammad, maka ia memberikan hadiah berupa; jubah terbuat dari bahan yang bagus, seekor bagal, dan hadiah persembahan dua wanita Kristen Koptik yang dikawal oleh seorang pertapa tua. Dua wanita Mesir itu cantik. Menurut Muqawqis kedua wanita itu memiliki kedudukan yang tinggi di Mesir. Mereka kakak beradik, bernama Shireen dan Maria Quptiyah.


Muhammad memilih Maria, adik dari Shireen yang lebih muda dan lebih cantik, Shireen ia berikan kepada salah satu sahabat. Kemudian Maria ditempatkan dirumah salah satu istri beliau, Hafsyah. Jadi status Maria adalah pembantu/budak Hafsyah. Dan Shireen diberikan kepada Hassan bin Tsabith.


Hafsah memergoki Muhammad sang suami menggauli budaknya (Mariyah Qoptiyah).


Berbagai Literatur Islam Tertua meriwayatkan hal itu:


Kitab At-Tabaqat Ibn Sa’d, Vol 8, hal. 195

 

Ibnu Sa’d menulis: “Abu Bkr menceritakan bahwa Rasul SAW melakukan persetubuhan dengan Mariyah di rumah Hafsa. Ketika rasul keluar rumah, Hafsa duduk digerbang (di belakang pintu yg terkunci). Dia bilang pada nabi, O rasul, apa anda melakukan ini di rumahku dan ketika giliranku? Nabi berkata, kendalikan dirimu dan biarkan aku pergi karena aku telah membuatnya (Mariyah) haram bagiku. Hafsa berkata, "Aku tidak terima kecuali kamu bersumpah bagiku." Hazrat (yg mulia) itu berkata, "Demi Allah aku tidak akan menyentuhnya lagi.”

 

Kitab Asbabun Nuzul Imam Suyuti, Halaman 585:

 

Diriwayatkan oleh Anas: Suatu hari Rasulullah menggauli seorang budak wanita miliknya. Aisyah dan Hafshah lantas terus-menerus memperbincangkan kejadian tersebut sampai akhirnya Rasulullah menjadikan budaknya itu haram bagi diri beliau (tidak akan digauli lagi). Allah lalu menurunkan At-Tahrim ayat 1: "Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu; kamu mencari kesenangan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."


Kitab Asbabun Nuzul Imam Suyuti, Halaman 586:


Suatu ketika, Rasulullah menggauli Maria, seorang budak wanitanya, di rumah Hafsah. Tiba-tiba Hafsah muncul dan mendapati Maria tengah bersama Rasulullah. Hafsah lalu berkata, "Wahai Rasulullah, kenapa harus di rumah saya, tidak di rumah istri-istri engkau yang lain?" Rasulullah lalu berkata, "Wahai Hafsah, mulai saat ini haram bagi saya untuk menyentuhnya kembali. Rahasiakanlah ucapan saya ini dari siapapun." Akan tetapi ketika Hafsah keluar dan bertemu dengan Aisyah, ia lantas membocorkannya. Allah lalu menurunkan ayat 1, "Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu demi menyenangkan hati istri-istrimu...."


Tafsir Maududi Q33:50 (http://www.quranenglish.com/tafheem_quran/033-2.htm).


Setelah kejadian yang memalukan antara Muhammad dan Maria dirumah Hafsyah tersebut, Maria ditempatkan dirumah yang pernah dihuni Safiyah. Disana Muhammad malah lebih leluasa mengunjunginya hingga Maria hamil. Karena itu istri-istrinya yang lain menjadi cemburu dan protes secara terang terangan yang membuat Maria semakin tidak nyaman. Akhirnya Maria ditempatkan di Madinah atas. Pada mulanya Aisyah dan istri lainnya merasa lega. Tapi mereka segera merasa bahwa protesnya sia-sia.


Menurut para sejarah Islam, Maria atau dalam tradisi Islam disebut ‘Mariyah Qiptiyah’, bukanlah istri Nabi atau ‘Ummul Mu’minin’ (Ibu

umat Muslim). Ibnu Hiyam pun dalam sirahnya tidak menyebutkan bahwa Maria sebagai salah satu istri nabi. Maria tetap memeluk agama Kristen koptik dan tetap berstatus budak. Usia Maria saat itu tidak dapat dipastikan. Yang bisa dipastikan adalah Maria pasti masih muda, karena tidak mungkin penguasa Mesir, Al-Muqawqis, meberikan wanita-wanita tua sebagai hadiah. Ada yang menyebutkan umur mereka sekitar 18–20 tahun. Kemudian Maria hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama ‘Ibrahim’. Namun Ibrahim meninggal dunia di usianya yang baru 2 tahun.


Sahih Bukhari, Vol 2, buku 18, no 153 atau Sahih al-Bukhari, 1043:

Gerhana matahari terjadi dalam masa hidup Rasul Allah ketika (putranya) Ibrahim wafat. Lalu orang mengatakan bahwa matahari mengalami gerhana karena kematian Ibrahim. Rasul Allah berkata, “Matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena kematian atau kehidupan (yaitu kelahiran) seseorang. Apabila engkau melihat gerhana, berdoalah dan sebutlah nama Allah”.


Hadis Ibnu Majah, no 1577:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Malik dari Abu Utsman dari Usamah bin Zaid yang berkata, "Anak (dari salah seorang isteri) Rasulullah dalam keadaan sakratul maut, maka ia mengutus seseorang menemui Rasulullah agar beliau pulang. Namun beliau balik mengutus seseorang untuk menyampaikan bahwa milik Allah lah yang Ia ambil, dan bagi-Nya yang Ia beri, di sisi-Nya segala sesuatu telah ditentukan ajalnya. Maka hendaklah ia (isteri beliau) sabar dan mengharap pahala. Akan tetapi isteri beliau kembali mengutus seseorang dan bersumpah atasnya, maka Rasulullah pun bangkit, demikian juga dengan aku. Beliau bersama Mu'adz bin Jabal, Ubay bin Ka'b dan Ubadah bin Ash Shamit. Ketika kami masuk mereka meraih bayi Rasulullah, sementara ruh bayi itu bergejolak dalam dadanya." Abu Utsman berkata, "Menurutku Usamah bin Zaid mengatakan, "Seperti air dalam geriba. " Usamah bin Zaid berkata, "Rasulullah pun menangis. Sehingga Ubadah bin Ash Shamit berkata kepada beliau, "Kenapa engkau menangis ya Rasulullah?" beliau menjawab: "Ini adalah kasih sayang yang Allah berikan kepada anak cucu Adam, dan Allah akan menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang.”


Dalam hadis Ibnu Majah ini, mengapa periwayat atau penerjemah hadis memberikan tanda kurung dalam kalimat ‘Anak (dari salah seorang isteri) Rasulullah’? kalau memang bunyi kalimat aslinya seperti itu, seharusnya tanda kurungnya tidak perlu digunakan. Mungkin penerjemah hadis ingin menegaskan pembacanya bahwa Maria adalah istri sah nabi karena ia melahirkan Ibrahim, anak Muhammad. Padahal Maria tetap berstatus budak sampai kematiannya.


Tadinya Muhammad tidak mau pulang, padahal anaknya – Ibrahim - sedang sekarat, sampai dijemput dua kali. Lalu tiba-tiba dia mengatakan “ini adalah kasih sayang yang Allah berikan”. Kasih sayang? kasih sayang apa..!? Dalam hadis, Ibnu Majah jelas-jelas meriwayatkan bahwa Muhammad cuek! sampai dijemput dua kali..!


Bersambung......

Akbarman Tanjung

No comments: