loading...

Sunday, April 18, 2021

Istri Istri Muhammad (Ep 14)


Lanjutan perdebatan antara Basam Zawadi vs Ali Sina tentang Syafiah...


Basam Zawadi melanjutkan:

Safiyah menjalin hubungan yang hangat dan simpatik dengan semua anggota keluarga Nabi. Ia menghadiahkan Fatima az-Zahra perhiasan untuk menunjukkan kasihnya kepada Fatima, dan ia juga memberikan hadiah-hadiah kepada beberapa orang istri Nabi, yaitu perhiasan-perhiasannya yang dibawanya dari Khaybar. [Ibn Sa’d, Tabaqat, vol Vlll, hal 100, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, hal 172].


Tanggapan Ali Sina:

Dengan kata lain, ia berusaha untuk mendapatkan simpati mereka sehingga menurunkan tingkat kebencian mereka kepadanya. Membuat senang orang lain adalah strategi kaum yang lemah agar dapat tetap eksis.


Zawadi mengatakan:

Berkenaan dengan tuduhan bahwa Safiyah dipaksa menikah atau dimanfaatkan, seperti yang dituduhkan oleh kaum Islamofobia, klaim ini sama sekali tidak berdasar. Kita semua tahu bahwa Safiyah tetap setia kepada Nabi hingga ia wafat.


Tanggapan Ali Sina:

Benarkah demikian?! Jadi apakah Safiyah menolak menemui semua pria yang mengiriminya mawar dan meneleponnya lewat telepon selularnya demi cintanya pada Muhammad..? Apakah ia mempunyai pilihan? Jika anda memenjarakan istri anda, anda tidak dapat mengatakan bahwa ia setia kepada anda. Safiyah sama sekali tidak mempunyai kebebasan untuk berbuat semaunya.


Zawadi melanjutkan:

Pada kenyataannya, kita mendapati Nabi memberikan penawaran berikut ini kepadanya, seperti yang ditulis oleh Martin Lings: Ia (Muhammad) kemudian berkata kepada Safiyah bahwa ia akan membebaskannya, dan ia memberikan pilihan untuk tetap menjadi orang Yahudi dan kembali kepada kaumnya atau masuk Islam dan menjadi istrinya. “Saya memilih Allah dan Utusan-Nya”, katanya, dan mereka menikah tepat sebelum berangkat pulang. [Martin Lings, Muhammad: His Life Based On The Earliest Sources (George Allen & Unwin, 1983), hal 269]


Tanggapan Ali Sina:

Membebaskan katamu? Suami Safiah dibantai. Ayah dan pamannya dibunuh. Saudara-saudaranya digorok. Kerabat-kerabat perempuannya menjadi budak di rumah-rumah orang muslim. Kemana ia dapat pergi? Jika ia tidak menikahi Muhammad, ia akan menjadi budak seks orang-orang muslim lainnya. Bukankah awalnya Safiyah milik Dihyah, dan karena kecantikannya maka Safiyah diambil oleh Muhammad untuk dimilikinya, bukan untuk dibebaskan. Please be smart..! itu sebabnya saya katakan; Ketika kita membaca sebuah hadis, kita juga harus didorong untuk berpikir secara rasional. Kebenaran itu ada disana, tapi tidak dalam kata-kata yang tertulis, namun dalam implikasi dari perkataan perkataan itu. Dan yang terpenting adalah pelajari kisah keseluruhannya, episode per episode.


Zawadi melanjutkan:

Pernikahan dengan Safiyah juga mempunyai signifikansi politis, karena itu akan menurunkan kekerasan dan membangun sekutu. John L. Esposito menuliskan: "Sudah menjadi kebiasaan para pemimpin Arab melakukan pernikahan politik untuk memperkuat persekutuan. Yang lainnya menikahi para janda sahabatnya yang gugur di medan perang dan yang membutuhkan perlindungan. [John L. Esposito, Islam: The Straight Path, hal 19-20]


Tanggapan Ali Sina :

John Esposito telah menjual hati nuraninya. Dengan siapa Muhammad hendak memperkuat ikatan politiknya dengan menikahi Safiyah? Sukunya dimusnahkan, dibantai, diusir, dan ayahnya dipenggal. Satu pikiran rasional saja sudah bisa menghapus semua klaim ini.


Zawadi mengatakan:

Tindakan signifikan menikahi Safiyah ini sesungguhnya adalah penghormatan besar untuk Safiyah, karena ini bukan hanya untuk memelihara kehormatannya, tapi juga mencegahnya agar tidak dijadikan budak.


Tanggapan Ali Sina:

Nah..! Akhirnya..! Basam Zawadi mengatakan sesuatu yang dapat saya setujui. Itulah sesungguhnya apa yang saya katakan sejak awal di atas. Lihatlah bagaimana apologis muslim ini berkontradiksi dengan dirinya sendiri. Sebelumnya ia mengatakan bahwa Muhammad menawarkan kebebasan kepada Safiyah. Kini ia mengakui bahwa pilihan lain untuk Safiyah hanyalah menjadi budak seks orang-orang islam lain. (Hahaha..! Itu artinya, Safiyah tidak punya pilihan lain! Ibarat makan buah si malakama. Jadi bukan karena Safiyah tulus menerima Muhammad - AT).


Zawadi melanjutkan :

Haykal mencatat; Nabi memberinya kebebasan dan kemudian menikahinya, mengikuti teladan para penakluk lainnya yang menikahi putri-putri dan istri-istri para raja yang telah mereka taklukkan, partly in order to alleviate their tragedy and partly to preserve their dignity. [Muhammad Husayn Haykal, The Life of Muhammad (North American Trust Publications, 1976), hal 373]


Tanggapan Ali Sina:

Saya benar-benar tidak dapat memahami pikiran muslim seperti anda. Bayangkan ada orang yang merampok rumah anda dan setelah membunuh anak-anak laki-laki anda, ia menjadikan putri-putri dan istri anda sebagai budak, kemudian si perampok mengakui putri anda sebagai istrinya, lalu ia berhubungan seks dengan putri anda. Apakah itu dapat mengurangi tingkat kepedihan dari tragedi tersebut atau bahkan anda malah merasa terhormat?


Pemikiran yang menyimpang ini berkaitan dengan fakta bahwa bagi orang Islam tindakan melegalkan pernikahan berarti memberikan kehormatan kepada si wanita dan keluarganya. Wanita adalah aurat, objek yang memalukan. Hanya jika ia menikah, maka ‘kemaluannya’ tertutupi. Sekali seorang wanita dianggap telah dinikahi dalam situasi dan kondisi apapun, maka ia dapat digauli dengan paksa (diperkosa secara sah). Dan berdasarkan hukum Islam itu bukanlah perkosaan. Betul apa benar?


Zawadi melanjutkan:

Dengan menikahi Safiyah, Nabi bermaksud untuk mengakhiri permusuhan dan kekerasan yang ditunjukkan orang Yahudi kepadanya dan kepada Islam selama ini, namun sayangnya mereka tetap membenci Islam dan nabi, semata-mata hanya karena kelicikan dan keras kepala memang sudah menjadi sifat bawaan mereka. [Lihat Muhammad M. as-Sawwaf, Zawjat ar-Rasul at Tahirat wa Hikmat T’adudihinn, hal 76-79, Terdapat dalam Muhammad Fathi Mus’ad, The Wives of the Prophet Muhammad: Their Strives and Their Lives, hal 168]


Tanggapan Ali Sina:

Anda tahu, wahai Zawadi..? Pemikiran seperti ini memuakkan..!! Kapan orang-orang Yahudi memusuhi dan membunuhi orang lain karena suku orang itu atau karena agama orang itu? Kapan..? Orang Islam benar-benar berharap orang Yahudi mengasihi Muhammad karena ia telah meniduri seorang perempuan Yahudi, dan menyebut perempuan itu sebagai istrinya, dan membantai kaum Yahudi lainnya. Maka mereka harus melupakan kenyataan bahwa Muhammad telah membantai seluruh anggota keluarga dan sukunya?


Bagaimana bisa ada orang yang sangat terputus dari realita? Apa kaum muslim tidak bisa melihat bahwa memaksa dan membunuh adalah hal yang salah? malah mengharapkan kita berterimakasih kepada mereka karena telah memperkosa anak-anak perempuan kita setelah mereka membaca ayat mengenai pernikahan. Bagaimana kita dapat hidup berdampingan dengan orang-orang seperti itu? Bisakah kita berharap orang-orang Yahudi melupakan kejahatan Hitler dan sekaligus mengakui Hitler sebgai manusia mulia?


Pikir..! Apakah orang-orang Yahudi itu membalaskan dendamnya pada orang-orang Jerman? Sepertinya tidak! Ini menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi itu tidak seburuk seperti yang di doktrinkan Muhammad dan agama islamnya kepada kita. Itulah faktanya..!


Zawadi melanjutkan:

Sesungguhnya, ketika Bilal ibn Rabah, seorang sahabat Nabi, membawa Safiyah bersama perempuan-perempuan Yahudi lainnya ke hadapannya dengan melewati orang-orang Yahudi yang telah dibantai, Muhammad secara pribadi menegur Bilal dan berkata, “Apakah engkau tidak mempunyai belas kasihan, saat engkau membawa dua wanita ini melewati mayat suami-suami mereka?” [Alfred Guillaume (terj), The Life of Muhammad : A translation of Ibn Ishaq’s Sirat Rasul Allah (Oxford University Press, 1978), hal 515]


Tanggapan Ali Sina:

Marilah kita membaca kutipan selengkapnya dari Sirah Ibn Ishaq itu; “Setelah Utusan Allah menaklukkan al-Qamus, benteng Ibn Abi al-Huqaiq, Safiyah bint Huyay bin Akhtab dibawa kepadanya, dan seorang perempuan lain bersamanya. Bilal, yang membawa mereka, membawa mereka melewati beberapa orang Yahudi yang telah dibantai. Ketika wanita yang bersama Safiyah melihat mereka, ia berteriak, memukuli wajahnya, dan menaruh abu tanah di kepalanya. Ketika Rasul Allah melihatnya, ia berkata, ‘Singkirkan iblis perempuan ini dari hadapanku!’ Perempuan itu menyembunyikan Safiyah dibelakangnya agar Utusan Allah tidak melihat Safiyah dan mengambilnya”.


Kemudian Bilal membawa Safiyah dan saudari iparnya itu kepada Muhammad agar ia dapat memilih salah satu dari antara mereka untuk melayaninya malam itu, sedangkan Muhammad bersama para jihadisnya baru saja selesai menyiksa Kinana (suami Safiyah) sampai mati. Ketika melihat jenazah abangnya, adik perempuan Kinana itu menjadi histeris. Sang Nabi Allah menampar wajahnya dan berkata, “Singkirkan iblis perempuan ini dari hadapanku!”


Kesalahan perempuan itu hanyalah menjerit saat melihat jasad abangnya dipenggal. Kemudian Sang ‘Insan Kamil’ ini menegur Bilal dan berkata, “Apakah engkau tidak mempunyai belas kasihan, saat engkau membawa dua wanita ini melewati mayat suami dan saudara mereka?” Seperti itukah yang dimaksud orang islam ketika mereka berbicara mengenai belas kasihan nabi mereka? Oh my Gosh..!


Bersambung......

Akbarman Tanjung

No comments: