loading...

Sunday, April 18, 2021

Istri istri Muhammad (Ep 16)


Ibnu Majah jelas-jelas meriwayatkan bahwa Muhammad cuek saat anaknya (Ibrahim) sekarat, sampai dijemput dua kali..! Saya membandingkan ketika anak saya masih balita dan saya mendapat berita anak saya sakit, saya gelisah dan buru-buru minta izin pulang dari kantor. Nah, apalagi anak sekarat! Saya yakin semua orang tua normal akan merasakan hal yang sama dengan yang saya rasakan. Kecuali Muhammad!


Seperti dalam masalah Zainab, klaim wahyu-wahyu dikeluarkan untuk membereskan permasalahan rumah tangga Muhammad. Ayat-ayat yang katanya wahyu surga dibawah ini, membatalkan sumpah yang dibuat Muhammad untuk tidak mendekati lagi sang budak, Maria orang Koptik tersebut, dan menegur para istrinya dengan tuduhan tidak patuh dan durhaka. Ayat-ayat itu bahkan mengisyaratkan bahwa Muhammad boleh menceraikan semua istri-istrinya dan menggantinya dengan yang lebih patuh (note: mungkin maksudnya yang tidak marah-marah kalau sang nabi asyik-masyuk bersama budaknya). Lalu, Muhammad mengurung diri dan menjauh dari istri-istrinya selama sebulan.


Akhirnya, lewat campur tangan Umar dan Abu Bakar, Muhammad berdamai dan memaafkan para istrinya. Ini saja sudah merupakan kejanggalan, dimana Muhammad memaafkan istri-istrinya justru atas kesalahan Muhammad sendiri yang kepergok meniduri Mariah Qiptiyah, pembantu/budak yang ditempatkan dirumah Hafsyah. Tapi dengan bantuan ayat-ayat yang diklaimnya dari Allah, maka kaum muslim menganggap masalah selesai. Wow..! apakah saya harus mengacungkan jempol saya keatas atau sebaliknya ke bawah, atas pola pikir muslim pada peristiwa ini? Simak ayat-ayatnya;


At-Tahrim (66), ayat; 1-5:

1. Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Alla halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


2. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.


(Catatan : Allah mewajibkan kepada kita untuk melanggar sumpah? Untuk apa bersumpah kalau untuk dilanggar! Aneh, ayat pembenaran untuk menutupi perilaku nabi)


3. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafsah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (pembicaraan Hafsah dan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”


4. Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantumembantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik; dan selain dari itu malaikat malaikat adalah penolongnya pula.


5. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.


Rahasia apakah yang dimaksud dalam ayat diatas? Inilah riwayat turunnya surah at-Tahrim, ayat; 1-5:

Suatu hari Muhammad pergi ke rumah Hafsa isterinya, anak perempuan Umar, dan menjumpai pembantunya yang menarik, hadiah dari penguasa Mesir yaitu Maria atau Mariyah. Muhammad mengatakan pada Hafsa bahwa ayahnya, Umar, memanggilnya. Ketika Hafsa pergi, Muhammad membawa Mariyah ke kamar. Bagi Mariyah menolak keinginan Muhammad adalah hal yang tak terpikirkan, mengingat statusnya. Ia adalah seorang budak perempuan yang jauh dari keluarganya, sementara Muhammad sendiri diagungkan sebagai nabi oleh pengikutnya di kota itu.


Sementara itu, Hafsah yang menyadari bahwa ayahnya tidak memanggilnya, dan juga yang kepulangannya ke rumah tidak diduga oleh Muhammad akan secepat itu, ia memergoki bagaimana suaminya tengah “asyik” berduaan di kamar tidurnya, diranjangnya dengan pembantunya. Hafsah menjadi sangat histeris, dan tentu saja sebagai seorang istri, mana mungkin Hafsah sanggup melihat peristiwa ini di ranjangnya sendiri. Sehingga hal itu menjadi sebuah skandal. Nabi meminta Hafsa untuk tenang dan berjanji untuk tidak melakukan hal itu lagi dengan Mariyah, dan meminta Hafsah tidak menceritakan rahasia itu kepada siapa pun.


Kisah ini dilaporkan oleh Ibn Sa’d dalam Tabaqat :

Waqidi memberitahu kami bahwa Abu Bakr bercerita bahwa utusan Allah s.a.w telah melakukan hubungan seksual dengan Mariyah di rumah Hafsah. Ketika Hafsah duduk di belakang pintu yang terkunci. Ia berkata kepada nabi, “Wahai Utusan Allah, apakah yang engkau lakukan disini di dalam rumahku pada waktu giliranku?” Utusan Allah berkata, “Kendalikanlah dirimu dan biarkanlah aku pergi karena setelah ini aku tidak akan menggaulinya lagi dan menjadikannya haram untukku”. Hafsah berkata, “Aku tidak terima, kecuali engkau bersumpah padaku”. Hazrat (Yang Mulia) berkata, “Demi Allah aku tidak akan menyentuhnya lagi”.

[Ibnu Sa’d-Tabaqat, Vol Vll, hal 223. Publisher Entesharat-e Farhang va Andisheh-Tehran. Penerjemah Dr. Mohammad Mahdavi Damghani]


Meskipun demikian, Hafsa yang tidak sanggup mengontrol emosinya, memberitahukan kejadian itu kepada istri nabi yang lain yakni Aisyah, sehingga kasus itu menyebar. Mungkin saja Muhammad mengalami beban mental, sehingga ia memutuskan untuk menghukum semua isteri-isterinya, dan mengumumkan bahwa ia tidak akan tidur lagi dengan salah seorang pun dari mereka selama satu bulan.


Tentu saja hal ini menjadi terlalu berat bagi Sang Utusan Allah. Karena itu Allah dengan cekatan datang untuk menolong nabinya dan katanya mewahyukan Surah At-Tahrim atau Muhammad yang berada dibalik ayat ayat Allah tersebut?. Dalam Surah ini, Allah menegur nabinya karena bersikap terlalu keras terhadap dirinya sendiri, demi menyenangkan hati isteri-isterinya. Ini merupakan situasi yang sulit dan karena itu tak seorang pun bisa menolongnya kecuali Allah sendiri. Yang jelas, tak ada yang mustahil selama firman bisa keluar dari mulutmu dan orang percaya itu dari Allah. Bagaikan Tuhan ada di saku celanamu.


Namun pembelaan banyak ulama untuk mengaburkan kasus seksual nabi dengan Mariyah di rumah Hafsyah, dan atas ancaman Muhammad ingin menceraikan istri-istrinya hingga turunnya surah At-Tahrim ayat 1-5 adalah dengan menyodorkan hadis berikut;


Sahih Muslim, Buku 9, No 3496:

Rasul Allah, biasa menghabiskan waktu dengan Zainab, anak perempuan Jahsh dan minum madu di rumahnya. Ia (Aisyah) berkata: Aku dan Hafsa setuju bahwa orang yang Rasul Allah akan kunjungi pertama kali harus mengatakan: Aku lihat bahwa engkau memiliki bau-bauan magafir (permen dari mimosa). Ia (Nabi Suci) mengunjungi salah seorang dari mereka dan ia berkata kepadanya seperti ini: Aku telah mengambil madu di rumah Zainab bint Jash dan aku tidak akan melakukannya lagi. Mengenai hal inilah (ayat berikut diwahyukan): ‘mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri isterimu..? ‘Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya (Hafsah) suatu peristiwa… Ini berkaitan dengan apa yang ia katakan: “Tetapi aku telah mengambil madu.”


Eksistensi Hadis di atas dan perbedaannya dengan yang dikisahkan dalam Tabaqat-ibnu Sa'ad dan diperkuat dengan hadis yang diriwayatkan Umar (dalam hadis Bukhari, Vol 3, Buku 43, No 648, atau Sahih Bukhari-Dar-us-Salam reference-Hadith no.2468), menyingkapkan fakta lain bahwa ternyata pengikut-pengikut Muhammad rela untuk melakukan apa saja demi menyelamatkan gambaran diri dari perilaku Nabi mereka agar tidak ternoda.


Jka kita menerima kisah mengenai minum madu untuk membenarkan surat At-Tahrim, justru sangat tidak logis dan konyol! Madu itu sendiri tidak memiliki bau yang tidak enak. Lebih daripada itu, sangat sulit memikirkan jika insiden meminum madu itu sampai-sampai menyebabkan Muhammad memutuskan ingin menceraikan isteri-isterinya.


Bisakah sebuah insiden yang tidak signifikan seperti meminum madu, mencetuskan begitu banyak kegaduhan sehingga Tuhan harus mengintervensi dengan memberikan peringatan kepada isteri-isteri Muhammad bahwa ia akan menceraikan mereka semua dan bahwa Dia (Allah) akan memberikan pada Muhammad isteri-isteri yang masih perawan dan yang setia? Penjelasan ini adalah sesuatu yang tidak masuk akal, kecuali bahwa sebenarnya ini merupakan “istilah lain” yang dipakai, untuk mengaburkankan apa yang telah Muhammad teguk bersama Mariyah dikamar Hafsah.


Sahih Bukhari, Vol 3, buku 43, No 648, atau Sahih Bukhari, no. 2468:

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas r.a: Aku sangat ingin bertanya kepada Umar Bin Khattab tentang kedua wanita dari antara isteri-isteri Nabi, dalam kaitan dengan siapakah Allah berkata (dalam Quran): Jika kalian berdua (isteri-isteri Rasul) bertobat kepada Allah, sebab hati kamu berdua telah condong (menentang apa yang disukai oleh Rasul) (At-Tahrim, 66:4). Aku melaksanakan Haji bersamasama dengan ‘Umar (dan dalam perjalanan pulang berhaji), ia pergi ke suatu tempat (untuk buang hajat), dan aku juga pergi bersamanya dengan membawa ember berisi air. Ketika ia telah selesai buang hajat dan telah kembali. Aku menuangkan air ke tangannya dari ember itu dan melaksanakan wudhu. Aku berkata, "Ya Amirul Mu’minin..! Siapakah kedua wanita dari antara isteri-isteri Nabi yang kepadanya Allah telah berfirman,‘Jika kamu berdua bertobat'(QS 66:4)?" Ia menjawab, "Aku heran kamu tidak tahu dan mempertanyakannya, Oh Ibn ‘Abbas. Mereka adalah Aisyah dan Hafsa.”


Umar melanjutkan dalam hadisnya... "Pada hari-hari itu, ada rumor bahwa Ghassam (satu suku yang tinggal di Sham), tengah menyiapkan kuda-kuda mereka untuk menginvasi kami. Rekanku berangkat (untuk bertemu Nabi pada hari gilirannya) dan pulang pada malam hari, mengetuk pintu rumahku dengan kasar, bertanya apakah aku sedang tidur. Aku menjadi takut (dengan ketukan keras di pintu) dan segera menemuinya. Ia mengatakan bahwa sebuah kejadian besar tengah terjadi. Aku bertanya padanya: Apakah itu? Apakah Ghassam sudah datang? Ia menjawab bahwa ini adalah hal yang lebih serius dan buruk dari itu, dan menambahkan bahwa Rasul Allah telah menceraikan semua isteri-isterinya. Aku berkata, Hafsah adalah seorang pembuat masalah! Aku pikir masalah seperti ini akan terjadi.’ Maka aku mengenakan pakaianku dan menawarkan untuk memimpin sembahyang subuh bersama Nabi."


Umar lebih jauh lagi mengatakan... "Nabi tidak mengunjungi isteri-isterinya karena rahasia yang diceritakan Hafsah kepada Aisyah, dan ia berkata bahwa ia tidak akan menemui isteri-isterinya selama satu bulan sebab ia marah pada mereka. Kemudian Allah menegur dia atas sumpahnya. Ketika dua puluh sembilan hari telah berlalu, pertama-tama Nabi pergi menemui Aisyah. Aisyah berkata pada sang nabi, ’Engkau sudah bersumpah bahwa engkau tidak akan datang menemui kami selama satu bulan, dan hari ini baru hari yang keduapuluh sembilan, karena setiap hari aku menghitungnya.’ Nabi berkata, ’Bulan ini juga terdiri dari dua puluh sembilan hari.’ Aisyah berkata, ’Ketika Pilihan Wahyu Ilahi disingkapkan, Nabi memulainya denganku, dengan mengatakan padaku,’Aku memberitahukanmu sesuatu, tetapi engkau tidak perlu terburu buru memberikan jawaban hingga engkau berkonsultasi dengan orang tuamu.” Aisyah tahu bahwa orang tuanya tidak akan menasehatinya untuk berpisah dengan Nabi. Aisyah bertanya padanya, ’Apakah aku perlu mengkonsultasikan hal ini pada orang tuaku? Sungguh aku lebih menyukai Allah, RasulNya, dan Rumah di negeri akhirat.’ Setelah itu, Nabi memberikan pilihan pada isteri isterinya yang lain, dan mereka pun memberikan jawaban yang sama ‘sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah’."


[Hadis ini dilaporkan juga dalam : Sahih Muslim, Vol 9, no 3511 / Sahih Bukhari, Vol 3, buku 43, no 48 / Sahih Bukhari , Vol 7, buku 62, no 119. Dan pada terjemah Sahih Bukhari, penerbit ‘Widjaya’, dimuat dalam Jilid lll, hadis no.1180]


Sebagian ulama mengklaim bahwa hadis-hadis yang mencatat peristiwa yang dikisahkan oleh Abdullah bin ‘Abbas adalah dhoif, dan versi yang benar adalah yang mengisahkan soal madu. Pendapat ulama ini sangat aneh, memaksakan, keimanannya membuat pola pikirnya akrobatik. Hadis yang sanadnya jelas, masuk akal, subtansinya bekesinambungan dan kisahnya dituturkan secara rinci malah dianggap dhoif. Ini pandangan yang tidak masuk akal. Hadis ini dicatat baik oleh Bukhari dan juga oleh Muslim. Lebih jauh lagi, ini adalah satu-satunya penjelasan paling logis dari sha’n nuzul (konteks) surat At-Tahrim. Sudah menjadi ketetapan para ulama, dan saya kutip pendapat sarjana Muslim Asif Iftikhar yang menjelaskan, “sebuah hadis bisa dianggap sebagai sebuah sumber pembimbing religius hanya jika dasar dari hadis itu eksis dalam Quran dan Sunnah.


Riwayat berikut ini juga merujuk pada asbab al-nuzul Surah At-Tahrim, 1-5:

"Dilaporkan bahwa nabi telah membagi jadwal hariannya dengan para istrinya. Dan ketika tiba giliran Hafsa, ia menyuruh Hafsa pergi bergegas ke rumah ayahnya Umar Khattab. Ketika Hafsa melakukan perintahnya dan pergi, nabi memanggil budak perempuannya, yaitu Mariyah orang Koptik, yang adalah pemberian Raja Najashi. Nabi bersetubuh dengannya, dan dikemudian hari ia melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Ibrahim. Ketika Hafsa kembali, ia mendapati pintu rumahnya terkunci. Lalu ia duduk di balik pintu yang terkunci itu hingga nabi menyelesaikan “urusannya” dan keluar kamar dengan sukacita mewarnai wajahnya."


"Ketika Hafsa mendapatinya dalam kondisi demikian, ia menegur nabi dan berkata, 'Engkau tidak menghargai kehormatanku; engkau menyuruhku keluar dari rumahku sebagai alasan agar engkau dapat meniduri budak perempuan!'. Kemudian nabi berkata, 'Diamlah, karena walaupun dia adalah budakku dan halal bagiku, demi kepuasanmu saat ini aku akan mengharamkannya untukku'. Dan ketika nabi keluar dari rumah, Hafsa pergi kepada Aisyah dan menceritakan semuanya kepadanya. Ia juga menyampaikan kabar gembira bahwa nabi telah berjanji untuk mengharamkan Mariyah baginya."

["Tafsir dan terjemah", oleh Mohammad Kazem Mu’refi. Diterbitkan oleh Entesharat-Elmiyeh Eslami]


Itulah kenapa saya katakan, bacalah kitab sucimu dalam bahasa ibumu agar kamu faham apa yang kamu baca. Wajarkah ayat-ayat seperti ini dilantunkan dengan khidmat? Sampai sekarang juga pasti masih dibaca oleh muslim baik di pengajian atau dirumah-rumah, sebagai bagian dari ayat Qur’an yang umat muslim yakini turun dari langit, dimana dengan membaca atau mendengarkan orang membaca saja sudah mendapat pahala. Tapi seperti yang Muir katakan; “pastinya tidak ada ayat yang lebih menjijikan dari ayat ini..”


Bersambung......

Akbarman Tanjung