loading...

Sunday, April 18, 2021

Istri Istri Muhammad (Ep 12)


Kembali pada kisah Safiyah. Ketika Muhammad menyerang Khaybar, mereka diserang secara mendadak. Kaum muslim melakukan penyergapan yang dipimpin Muhammad sendiri. Peperangannya disebut gazwah. Kaum Yahudi Madinah yang diserang bukanlah pasukan musuh yang siap melawan.


Kemudian Muhammad pun menangkap Kinana, suami Safiyah, dan menyiksa dia karena Muhammad ingin tahu dimana harta kekayaan dari Benteng tersebut disembunyikan. Ia menusukkan batangan besi yang panas pada mata Kinana. Tapi sepertinya Kinana adalah pemuda ksatria, ia tidak buka mulut. Namun seorang Yahudi lain telah mengabarkan kepada Muhammad dimana ia dapat menemukan harta kekayaan tersebut. Akhirnya Kinana mati dibawah penyiksaan. 

(Kisah ini juga terdapat pada Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam, jilid 2, halaman 307)


Safiyah merupakan yang tercantik diantara para tawanan wanita. Ia baru berumur 17 tahun, istri dari Kinana. Bilal membawa Safiyah beserta saudara sepupu perempuan Kinana, menghadap Muhammad. Namun ketika sepupu perempuan Kinana ini melihat jenazah saudaranya terpotong-potong, ia pun menjadi histeris.


Di ceritakan bahwa jeritan tangis sepupu perempuan Kinana membuat Muhammad marah besar dan berkata, “Bawa setan perempuan ini pergi dari hadapanku”. Anehnya kemudian Muhammad berkata kepada Bilal, “Tidakkah engkau mempunyai perasaan manusiawi sehingga menjejerkan wanita-wanita ini di depan jenazah orang yang mereka cintai?”


Kisah ini juga terdapat dalam Sirah Nabawiyah-Ibnu Hisyam, jilid 2, halaman 306-307:

"Ketika Safiah melihat korban-korban saudaranya, ia berteriak sambil memukul wajahnya dan menumpahkan tanah keatas kepalanya. Ketika Rasulullah melihatnya beliau bersabda; 'Jauhkan dariku wanita syetan ini!' Kemudian Rasulullah memerintahkan Safiyah berjalan di belakang beliau dan mengenakan baju beliau kepadanya. Kaum muslim pun paham bahwa beliau memilih Safiyah untuk diri beliau sendiri. Beliau bersabda kepada Bilal; 'Sungguh kasih sayang dicabut darimu, ketika engkau berjalan bersama kedua wanita ini melewati korban-korban keluarganya."


[Catatan: Wah! Betapa hebatnya sang Nabi yang penuh dengan belas-kasih dan perasaan manusiawi ini! Tapi bukankah jenazah orang yang Safiyah cintai itu mati akibat dari kekejaman pengikut nabi sendiri? Aneh bukan..?]


Selanjutnya Muhammad membawa Safiyah ke tendanya, dan Safiyah telah menjadi seorang janda karena suaminya mati beliau bunuh. Tentu saja (muslim berkilah), bahwa fakta ia muda dan cantik tidak ada hubungannya dengan keputusan Nabi, masih ada beratus-ratus wanita lain yang juga telah menjadi janda pada hari tersebut.


Berikut ini adalah periwayatan Tabaqat-Ibnu Sa’d;

“Safiyah dilahirkan di Medina. Ia berasal dari suku Yahudi Banu Al-Nadir. Ketika suku ini diusir dari Medina tahun 4 H, Huyai adalah salah satu dari orang-orang yang menetap di wilayah subur Khaybar bersama Kinana Ibn al-Rabi’ yang menikahi Safiyah sesaat sebelum muslim menyerang Khaybar. Ia berumur 17 tahun. Sebelumnya Safiyah adalah istri dari Sallam Ibn Mishkam yang telah menceraikannya. Disinilah, satu mil dari Khaibar, Nabi menikahi Safiyah. Dia dipelihara dan dirawat untuk nabi oleh Umm Sulaim, ibu dari Anas bin Malik. Mereka menginap disana. Abu Ayyub al-Ansari menjaga tenda nabi sepanjang malam. Pada saat subuh, Nabi yang melihat Abu Ayyub berjalan hilir mudik itupun bertanya kepadanya apa maksudnya, dan ia menjawab: “Saya khawatir akan engkau karena perempuan muda itu. Engkau telah membunuh ayahnya, suaminya, dan banyak dari keluarganya, dan dia juga masih seorang kafir. Saya sungguh khawatir terjadi apa apa pada engkau karena dia. Nabipun mendoakan Abu Ayyub al-Ansari. Safiyah telah meminta kepada Nabi untuk menunggu hingga ia telah lebih menjauh dari Khaibar. “Kenapa?” tanya Nabi. “Saya mengkhawatirkan engkau karena orang-orang Yahudi yang masih dekat dengan Khaibar!”


Alasan Safiyah menolak pendekatan Muhammad didalam tendanya tentu jelas bagi setiap orang yang berpikir. Saya percaya, praktis semua wanita memilih untuk berkabung ketimbang melompat ke atas tempat tidur bercengkerama dengan si pembunuh ayahnya. Karena pada hari itu juga Muhammad baru saja membunuh suami dan banyak anggota keluarganya. Tetapi kenyataannya Nabi Allah ini tak dapat menahan keinginan biologis untuk satu hari saja dengan membiarkan perempuan muda ini berkabung.


Ini semua menggambarkan karakter Muhammad. Ia adalah seorang yang tidak memiliki empati, ia tidak mengenal ‘Golden Rule’, itu sebabnya ia tidak bisa mempraktekkan kedalam ajaran agamanya tentang aturan emas, seperti; “Jangan menyakiti orang lain seperti kita tidak ingin disakiti, atau ampuni dan berdoalah bagi musuhmu” Ia hanya focus pada kepentingan dirinya dan kelompoknya, dan dengan mengatasnamakan Tuhan ia membunuh mereka yang menghalanginya. Dengan cara-cara yang di praktekan oleh Muhammad dalam menyebarkan agamanya, maka saya menyimpulkan; tuhan hanya atas nama, sebagai alat, bukan tujuan!


Terjemah Sahih Bukhari, jilid II, no 1095:

Dari Anas bin Malik r.a, yang berkata ; Nabi s.a.w tiba di perkampungan Khaibar. Setelah beliau menyerang dan diberi kemenangan oleh Allah swt untuk menduduki sebuah benteng perkampungan Yahudi. Lalu diceritakan oleh para sahabat kepada beliau tentang kecantikan Safiyah binti huyai bin Akhtab yang suaminya (Kinana) telah dibunuh kaum Muslim, sedangkan mereka baru saja menikah. Maka Rasulullah s.a.w mengambilnya. Kemudia Rasulullah pergi membawa Safiyah. Setelah kami sampai di Saddir Rauha, Rasulullah campur dengan Safiyah. Kemudian beliau membuat kue pada sebuah tempat kecil, lalu beliau berkata; “Beritahulah orang-orang disekitarmu.” Yang demikian itu adalah pesta perkawinan Rasulullah s.a.w dengan Safiyah. Setelah itu kami terus berjalan kembali ke Madinah.”


Untuk kelanjutan kisah ini kita tidak tahu persis apakah benar atau telah direkayasa oleh ahli sejarah muslim yang ingin mengosongkan adanya kesan pemaksaan/perkosaan, karena sejarah ditulis oleh pihak yang berkuasa. Tetapi ini adalah semua referensi yang kita miliki, dan untuk menemukan kebenarannya kita hanya bisa bergantung pada dokumen-dokumen yang terlihat bias ini, yang dilaporkan dan ditulis oleh pihak dari orang-orang islam itu sendiri yang memuja Muhammad sedemikian rupa.


Kisah selanjutnya menggambarkan Abu Ayyub yang mengkhawatirkan keselamatan Nabi, karena Nabi telah membunuh ayah, suami dan sejumlah anggota keluarga Safiyah. Hal ini logis bagi Abu Ayyub untuk menjaga Muhammad karena Muhammad tidur dengan seorang wanita dimana orang-orang yang dicintai oleh wanita tersebut baru saja dibunuhnya. Namun tampak bias alasan penolakan Safiyah terhadap pendekatan seksual Muhammad dalam periwayatan Ibnu Sa’d. Tampak sekali kurang masuk akal.


Ketika Muhammad membawa wanita muda ini ke dalam tendanya, beliau baru saja membunuh banyak orang Yahudi, dan memperbudak orang-orang Yahudi lainnya sebagai tawanan. Jikalau masih ada orang Yahudi yang tertinggal, maka mereka mungkin lebih mengkhawatirkan hidup mereka sendiri ketimbang masalah apakah apakah Safiyah diperkosa atau tidak di tendanya Muhammad. Lagipula wanita ini telah ada di dalam tenda hanya berdua dengan Muhammad, jadi bagaimana orang-orang Yahudi akan mengetahui kalau-kalau mereka melakukan hubungan intim?

 

Kalau tidak bodoh, alasan ini kedengarannya terlalu polos dan tampaknya dipaksakan oleh muslim untuk mengklaim seolah-olah Safiyah sendiri menginginkan hubungan intim dengan Muhammad, sehingga Safiyah mengkhawatirkan keselamatan Nabi (jadi bukan karena ada unsur pemaksaan/perkosaan). Masihkah kita mempercayai apa yang kita dengar atau apa yang kita baca tanpa berpikir? Namun saya masih percaya ada orang-orang waras dan jujur yang menyadarinya sebagai sebuah kebohongan.


Dikatakan lebih lanjut, “Hari berikutnya Walima (pesta pernikahan) diselenggarakan atas Nabi.” Harap dicatat, penulis riwayat ini berkata, bahwa pernikahan terjadi diperjalanan setelah Muhammad semalaman berduaan dengan Safiyah di tendanya. Beliau melakukan hubungan intim dengan Safiyah atau tidak ini tidak mendatangkan persoalan kepada Nabi, karena ia telah mengantongi wahyu Allah yang mengatakan bahwa tidur dengan wanita yang ditangkap dari peperangan boleh-boleh saja, dan tanpa harus menikahinya pun sah-sah saja, sekalipun mereka telah bersuami tadinya;


“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki… “ (An-Nisaa, 4:24)


Sekali lagi saya ingatkan, kata dalam kurung pada ayat-ayat Qur’an biasanya adalah tambahan atau interpretasi dari penerjemah. Ayat di atas menunjukkan bahwa Muhammad tidak berpendapat bahwa para budak mempunyai hak-hak apapun, dan setiap tawanan wanita statusnya menjadi budak bagi sang penawan. Ketika Muslim berkuasa, ini akan menjadi nasib buruk bagi semua wanita non-Muslim. Muslim tidak dapat mengubah sedikitpun apa yang telah dikatakan atau dikerjakan oleh Muhammad. Dan ini telah dikonfirmasikan dalam kitab yang lebih tinggi kedudukannya, yaitu al-Qur’an:


Al-Mu’minuun (QS 23;1-7):

1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

2. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya,

3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,

5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

7. Barangsiapa mencari yang dibalik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.


Tawanan wanita sama dengan budak. Karena bisa diperjual-belikan dan halal di setubuhi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tenaga kerja wanita kita di Arab, banyak yang diperkosa secara bergilir, karena bagi mereka TKI adalah budak, dan budak wanita halal di setubuhi majikannya. Menyimak QS 23 ayat 7 diatas, saya bertanya-tanya; Apa yang dimaksud dengan orang-orang yang melampaui batas jika memperkosa tawanan wanita, meniduri budak, dan membunuhi orang-orang yang menentang Muhammad tidak dianggap melampaui batas?


Kita kembali pada Safiyah. Ibnu Sa’d, menyatakan; “Para istri Nabi lainnya menunjukkan cemburunya dengan melakukan pelecehan terhadap ke-Yahudi-an Safiyah. Namun Nabi selalu membelanya. Suatu kali Safiyah disakiti dengan olok-olokan dari istri-istri Nabi yang Arab itu secara melampaui batas. Maka iapun (Safiyah) mengeluhkan hal tersebut kepada Nabi yang merasa sangat mengasihinya. Ia menghiburnya. Ia membesarkan hatinya. Ia memberi pikiran logis kepadanya. Ia berkata: “Safiyah, bersikap teguh dan beranilah. Mereka tidak memiliki apapun yang melebihi engkau. Katakan kepada mereka: “Aku adalah anak putri Nabi Harun, keponakan Nabi Musa, dan istri dari Nabi Muhammad.” Ketika ia dibawa bersama dengan para tahanan perang lainnya, Nabi berkata kepadanya, “Safiyah, ayahmu selalu membenci aku hingga Allah menetapkan keputusan terakhir (dibunuh).” Safiyah menjawab, “Tetapi Allah tidak menghukum seseorang atas dosa orang lain."


Hal ini (apa yang dikatakan Muhammad) jelas berlawanan dengan perilaku Muhammad sendiri yang sudah menghancurkan seluruh Bani Qaynuqa dengan alasan bahwa beberapa diantara mereka telah membunuh seorang muslim ketika mereka membela dengan membalaskan kematian seorang Yahudi karena sebuah insiden di pasar Madinah. Kemudian Muhammad menyerang dan membunuh anggota suku itu ketika membalas kematian satu orang Muslim! Padahal muslim tersebut telah terlebih dahulu membunuh seorang Yahudi, namun itu tidak dianggap/diperhitungkan oleh Muhammad. beliau hanya membutuhkan sebuah alasan sebagai legalitas menyerang mereka dan mendapatkan jarahan.


Ini sungguh mengabaikan ayat yang berkata: “(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS 53:38). Jika umat Islam menganggap ayat Qur’an adalah firman Allah, maka jelas bukan Allah yang membuat keputusan akhirnya, tapi Muhammad. Jadi tampak jelas betapa Muhammad mencuci tangannya menggunakan air-ayat yang justru bertentangan dengan perilakunya terhadap Yahudi.


Ayah Safiyah dibunuh oleh Muhammad, bukan oleh Allah, tapi Muhammad mengklaim seolah-olah Allah-lah yang memutuskan untuk ia laksanakan. Jika Allah menginginkan kematian seluruh orang-orang Yahudi, tentu Ia telah melakukannya dengan cara-Nya sendiri. Allah tidak membutuhkan pembunuh bayaran dengan menghalalkan harta jarahan untuk melaksanakan kehendak-Nya.


Dikatakan lebih lanjut, “Kemudian Nabi memberinya kebebasan untuk memilih apakah Safiyah mau tetap bergabung dengan kaumnya, ataukah menerima Islam dan masuk dalam hubungan pernikahan dengan dia”. Memberinya kebebasan? Kebebasan macam apakah itu? Muhammad telah membunuh suaminya dan semua anggota keluarganya. Kemanakah Safiyah harus pergi sekarang? Bukankah kaumnya telah terbunuh dan diusir, wanita-wanita dan anak anaknya telah ditawan dan dijadikan budak..?! Masih tega-teganya penulis muslim berkata bahwa Safiyah diberikan kebebasan untuk memilih..!?


Lebih lanjut Ibnu Sa’d memuji Safiyah;

“Dia sangat pintar dan lembut hati dan berkata: “Oh Rasul Allah, aku telah berharap akan islam, dan aku telah menegaskan sebelum undanganmu. Kini ketika aku mendapat kehormatan berada dihadapanmu, dan diberi kebebasan untuk memilih diantara kafir dan islam, maka aku bersumpah demi Allah, bahwa Allah dan Rasul-Nya adalah lebih berharga kepadaku ketimbang kebebasan diriku dan bagaimana aku sebelumnya bergabung dengan kaumku.”


Apakah ini benar-benar sebuah pengakuan yang jujur dari Safiyah sendiri atau karangan Ibnu Sa’ad? Sebuah pernyataan yang berlebihan dari seorang tawanan wanita yang ayah dan suaminya dibunuh, justru menimbulkan kecurigaan atas sebuah hiperbola yang dipaksakan..!


Ibnu Sa’ad melanjutkan; Ketika Safiyah dijadikan istri oleh Nabi, ia masih sangat muda, dan menurut sebuah laporan ia hampir berumur 17 tahun dan berperawakan amat sangat cantik. Ia tidak hanya sangat dalam mencintai Nabi, tetapi juga sangat besar rasa hormatnya kepadanya sebagai Rasul Allah. Sebab ia telah mendengar apa yang dikatakan oleh ayah dan pamannya ketika mereka pergi ke Medinah. Ketika hijrah ke Medinah mereka datang bertemu dengan dia untuk mengetahui apakah dia betul Rasul Allah yang sejati seperti yang disampaikan oleh Alkitab. Ketika mereka pulang dan berbicara bersama malam itu, Safiyah ada ditempat tidurnya dan mendengar pembicaraan mereka. Salah satunya berkata, “Bagaimana pendapatmu tentang dia?” Ia menjawab, “Ia adalah Nabi yang sama yang dinubuatkan oleh kitab kita.” Lalu berkata yang lain, “Apa yang harus dilakukan?”Dan jawabannya adalah bahwa mereka harus melawannya dengan segala kekuatan.


Kisah diatas juga diriwayatkan oleh Abu Dawud. Pada umumnya, seberapa dalam pengetahuan seorang anak perempuan berusia hampir 17 tahun tentang agama dan kitabnya? Bagaimanakah caranya kedua orang Yahudi itu mengenal Muhammad sebagai nabi yang dinubuatkan oleh Kitab Sucinya, lalu kok malah memutuskan untuk melawannya dengan segala kekuatan mereka?


Semestinya bila mereka tahu ada seorang nabi yang benar dan sesuai dengan nubuatan kitabnya, logikanya mereka pasti akan mendukungnya, bukan sebaliknya..! Dan dengan seenaknya ketika mereka tidak mendukung Muhammad, mereka dianggap benci kepada Muhammad karena Muhammad orang Arab. Padahal tidak ada bukti apapun bahwa Muhammad telah dinubuatkan dalam kitab mereka..!


Bersambung.....

Akbarman Tanjung

No comments: