loading...

Sunday, April 18, 2021

Istri Istri Muhammad (Ep 11)

 

Seorang ulama mengklaim bahwa Juwairiyah menjadi orang beriman yang sungguh-sungguh dan menghabiskan hari-harinya menjalankan sembahyang. Sumber klaim ini bisa ditemukan dalam buku ‘Usud-ul-Ghaba’, yang ditranslasikan seorang muslim India-Muhammad Yusuf Khandelvi. Disebutkan; biasanya ketika Nabi datang pada Juwairiyah maka ia menemukan Juwairiah sedang sembahyang, kemudian saat ia kembali pada waktu yang lain pun, ia masih saja menemukan Juwairiyah tengah sembahyang.


Mari kita melihat kisah ini dari sebuah perspektif yang lebih realistis. Letakkan diri anda dalam sepatu seorang wanita muda yang telah menjadi milik seorang pembunuh suaminya sendiri! Jika anda adalah seorang wanita yang berada dalam posisi Juwairiyah, bagaimana perasaan anda terhadap sang pembunuh suamimu, yang juga membunuhi banyak dari anggota keluargamu serta membunuh  yang engkau kasihi? Anggaplah bahwa engkau tidak punya tempat lain untuk pergi.


Juwairiyah tak punya pilihan lain yang lebih baik kecuali menerima tawaran Muhammad untuk menikahinya. Sekarang, apa yang seorang wanita akan perbuat ketika pria ini datang mengunjunginya untuk melakukan hubungan layaknya suami-istri? Boleh jadi ia memikirkan sebuah cara yang paling mungkin untuk menghindari pria ini, yaitu sholat. Seperti itulah kira-kira yang dilakukan oleh Juwairiyah. Setiap kali ia mendengar langkah kaki Muhammad, ia berpura-pura sedang sembahyang, dengan harapan bahwa Muhammad akan pergi ke isteri-isterinya yang lain.


Menurut seorang pejuang muslim, Abu Sa’id al-Khudri, ada beberapa wanita yang sangat cantik diantara para tawanan Bani Mustaliq. “Kami menginginkan mereka, karena kami menderita oleh karena istri-istri kami tidak ada, (tapi pada waktu yang sama) kami juga menginginkan tebusan untuk mereka.” Allah di Qur’an mengijinkan mereka untuk berhubungan seksual dengan budak-budak. Ketika dalam peperangan kami menangkap perempuan yang kami jadikan budak.


“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu...” (QS.4:24).


Akan tetapi jika mereka berniat untuk menahan wanita-wanita itu sebagai budak, mereka tidak dapat memperoleh uang tebusan untuk wanita-wanita itu. Jadi, Abu Sa’-id menjelaskan, “kami memutuskan untuk berhubungan seksual dengan mereka tetapi dengan melakukan ‘azl, yaitu coitus interruptus (mengeluarkan sperma diluar vagina). agar tidak hamil.” Namun demikian, Muhammad mengatakan; “Bukanlah soal, karena setiap jiwa yang harus dilahirkan hingga hari kebangkitan, maka akan tetap dilahirkan.” Pembuahan dan kelahiran tergantung pada Allah saja. Ini mengindikasikan bahwa melakukan 'azl' kepada tawanan wanita ia perbolehkan.


Ini adalah aspek yang problematis dari status kenabian yang dijunjung setinggi langit oleh para pengagumnya sebagai teladan tingkah-laku yang sempurna sampai akhir zaman. Menjadikan wanita sebagai hadiah perang, dengan mengabaikan kehendak mereka. 


Bahkan hingga saat ini, wanita sering diperlakukan sebagai komoditi. Sudah tentu, fenomena ini telah termanifestasi dalam berbagai tingkatan dalam semua budaya dan kelompok masyarakat, namun dalam dunia Islam sangatlah sulit dihapuskan karena sanksi profetis dan ancaman neraka yang diterimanya. Muhammad berpartisipasi dalam penangkapan para tawanan wanita. Dan ia mendapatkan wanita-wanita dari para tawanan itu, namun dengan cara yang menyiratkan seolah-olah wanita itu menyadari bahwa semua itu sudah takdirnya.


Tak ada seorang pun yang bermartabat bisa bersikap masa bodoh terhadap kejahatan kemanusiaan dizaman kapanpun, kecuali mereka sendiri bersedia menjadi bagian dari kriminalitas yang tak tahu malu. Sekarang sepenuhnya tergantung kepada anda para pembaca, bagaimana kalian akan menunjukkan rasa kemanusiaanmu.


8. UMM HABIBAB - Ramlah Bint Abu Sufyan


Umm Habiba adalah janda muda yang cantik menurut beberapa sumber. Ia telah menikah dengan Ubaydillah bin Jash. Ubaydilah adalah anak dari bibi Muhammad sendiri, dan sekaligus adalah saudara kandung Zaynab istri Zayd yang dinikahi Muhammad sebelumnya.


Ibnu Ishaq berkata, "Adapun Ubaydillah bin Jahsy, ia mencari agama Ibrahim yang lurus hingga masuk Islam dan hijrah bersama kaum muslim ke Habasyah. Ketika hijrah, ia membawa istrinya, Ummu Habibah binti Abu Sufyan yang juga telah masuk Islam. Namun ketika tiba di Habasyah, ia malah masuk agama Nasrani dan keluar dari Islam. Ia meninggal di Habasyah dalam keadaan memeluk agama Nasrani."


Muhammad bin Ja'far bin Az-Zubair berkata kepadaku; Sesudah Ubaydillah memeluk agama Nasrani, ia berjalan melewati sahabat sahabat Rasulullah saw yang berada di Habasyah. Mereka berkata, "Kami telah melihat, sedang kalian berusaha untuk melihat tetapi tidak bisa melihatnya. Ini karena jika anak anjing ingin membuka kedua matanya untuk melihat, ia takut untuk melihat.”


Setelah Ubaydillah bin Jahsy meninggal, kemudian Rasulullah saw menikahi istrinya, yakni Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Muhammad bin Ali bin Husain berkata kepadaku, "Rasulullah saw mengutus Amr bin Umaiyyah Adh-Dhamiri menghadap An-Najasyi, kemudian An-Najasyi melamar Ummu Habibah untuk Rasulullah saw dan beliau memberi mahar kepadanya sebesar empat ratus dinar." Muhammad bin Ali berkata, "Kami lihat Abdul Malik bin Marwan menentukan mahar wanita sebesar empat ratus dinar berdasarkan mahar Rasulullah kepada Ummu Habibah. Wakil Rasulullah dalam pernikahan tersebut adalah Khalid bin Sa'id bin Al-Ash."

[Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, Jilid I, hal 188]


Penulis lain mengindikasikan bahwa Ubaydillah belum meninggal ketika Muhammad menikahi istrinya. Ubaydillah dan istrinya tidak bersama lagi setelah Ubaydillah memeluk agama Nasrani. Atas pernikahan Muhammad dengan istrinya ini Ubaydillah berkata; “Engkau bukanlah seorang nabi ataupun Rasul Allah. Berhentilah mengatakan demikian. Engkau adalah orang yang hanya mementingkan diri sendiri.” [bint Al-Shati, hal 203].

Nampaknya ketika kita menempatkan diri kita pada posisi Ubaydillah, sungguh beralasan jika ia berkata demikian!


Sepertinya Ramlah dan Umm Habiba adalah orang yang sama. Ia anak perempuan Abu Sufyan yang dinikahi oleh Ubaydillah bin Jahasy dan dikaruniai seorang anak perempuan. Mereka termasuk golongan yang ikut hijrah ke Habasyah (Ethopia). Namun di Habasyah Ubaydillah bin Jahasy pindah agama menjadi Nasrani dan jadilah Ramlah hidup sendiri. Pernikahan dengan Muhamamad sendiri terjadi ditahun 7 H. Menurut versi Islam Ramlah dikisahkan berusia 40 tahun. Namun uniknya lagi-lagi sumber Encyclopedia Wikipedia memberikan data yang jauh lebih muda.


Sumber : wikipedia.org. Ramlah binti Abi Sufyan, aka Umm Habiba, was the daughter of Abu Sufyan. She was born c. 595 and died in 662 or 666.


Jika data Wikipedia benar maka usia Ramlah saat dinikahi oleh Muhammad ditahun 7 H adalah; 629 – 595 = 34 tahun. Ramlah atau Umm Habiba adalah istri ke-8 Muhammad.


9. SAFIYAH BINT HUYYAI BIN AKHTAB


Berikut ini adalah kisah tentang Safiyah Binti Huyyai bin Akhtab. umurnya sekitar 17 tahun. Wanita Yahudi ini ditangkap ketika pasukan Muhammad menyerang Khaybar dan membawanya kepada Nabi sebagai bagian dari rampasan perang. Muhammad memberi perintah agar Kinana, suami Safiyah, dianiaya hingga mati supaya ia (Kinana) mengaku dimana harta benda benteng Khaybar tersebut disimpan. Pada malam yang sama itu juga, Muhammad mengambil Safiyah dan dibawa ke tendanya.


Sahih Bukhari, Vol 4, Buku 52, No 143 & Vol 5, buku 59, No 523:

Ketika kami mencapai Khaybar, Muhamamd berkata bahwa Allah membuat dia bisa menaklukkan mereka. Saat itulah kecantikan Safiyah digambarkan kepadanya. Suaminya telah dibunuh (oleh Zaid), jadi Rasul Allah memilihnya untuk dirinya sendiri. Dia membawanya bersama dia hingga kami tiba di satu tempat di mana haidnya selesai dan dia memperistrikannya, menyetubuhinya, dan memaksanya memakai cadar.”


Al-Tabari melaporkan, ketika Rasul membawa Safiyah, dalam perjalanan Safiyah dirias dan disisir rambutnya, membuatnya pantas untuk Nabi. Rasul menghabiskan malam itu dengannya di tendanya. Abu Ayyub dengan pedangnya, menjaga Rasul, mengelilingi tenda hingga dia melihat Rasul keluar di pagi hari. Abu Ayyub berkata, “Aku sangat khawatir tentang engkau akan wanita ini karena engkau telah membunuh ayahnya, suaminya dan kaumnya.” Ketika Abu Sufyan mendengar Muhammad telah mengambil Safiyah, dia berkata; “Hidung kuda jantan itu tidak bisa dikontrol.” [At-Tabari, Vol VIII, hal 110].


Kisah ini dilaporkan secara detil oleh At-Tabari, juga dapat ditemui dalam Sirah Ibn Ishaq. Yang berikut ini dilaporkan dalam buku Tabaqat yang disusun oleh Ibn Sa’d;


Dua tahun sebelumnya Muhammad telah memancung kepala Huyai, ayahnya Safiyah, beserta 800-an pria dari Bani Qurayza. Huyai Ibn Akhtab, ayah Safiyah, adalah pemimpin Bani Nadir, salah satu suku Yahudi dari Madinah. Para pengikut Muhammad telah membunuh sepasang suami istri Arab yang sebelumnya telah menandatangani traktat perdamaian dengan Muhammad. Nabi memutuskan untuk membayar uang darah kepada keluarga korban yang salah bunuh. Ia lalu pergi ke Bani Nadir untuk meminta kepada mereka agar membayarkan uang darah ini.


Permintaan itu sangat aneh, sebab orang-orang Yahudi itu tak ada sangkut pautnya dengan pembunuhan tersebut. Namun orang orang Yahudi ini takut kepada Muhammad, karena Muhammad sebelumnya telah menghancurkan suku Yahudi yang lain, yaitu Bani Qaynuqa dan oleh karena itu mereka takut hal ini akan terjadi juga kepada mereka.


Orang-orang Yahudi Madinah selalu bersikap mengalah, sebenarnya mereka adalah orang-orang pandai tapi bisa dibilang pengecut. Dan mereka telah membayar mahal atas sikap pengecutnya itu. Para tua-tua bani Nadir akhirnya mengumpulkan uang yang diminta. Muhammad dan para sahabatnya duduk dibawah sebuah dinding-perteduhan dikawasan Yahudi sambil menanti.


Ketika Muhammad dan para sahabat duduk-duduk menunggu, Muhammad tiba-tiba bangkit dan pergi tanpa mengatakan apa-apa. Para sahabatnya melihat bahwa ia berjalan terus, maka mereka pun pergi juga. Akhirnya Muhammad mengatakan kepada mereka, bahwa malaikat Jibril yang memberitahukan kepadanya, bahwa orang-orang Yahudi sedang merencanakan untuk melemparinya dengan sebuah batu besar dari atas dinding-perteduhan dan ingin membunuhnya.


[Catatan: Kalau benar ada peringatan dari Jibril tentang rencana pembunuhan, mengapa para pengikutnya ditinggalkan diam-diam? 

Kalau Bani Nadir betul-betul ingin membunuhnya, mereka tidak perlu melemparkan batu padanya. Muhammad ada dalam tangan mereka ketika itu. Orang-orang Yahudi itu justru takut, dan inilah yang harus mereka bayar dengan nyawa mereka kelak].


Muhammad kemudian menyerang Bani Nadir dan memutuskan aliran air mereka. Ketika mereka menyerah, Muhammad berketetapan untuk membunuh mereka semua. Namun Abdullah Ibn ubay, seorang pemimpin tua Madinah mengintervensi. Muhammad khawatir hal ini akan menyebabkan perpecahan diantara pengikutnya sehingga ia akhirnya memutuskan tidak membunuh Bani Nadir.


Sebagai gantinya ia mengambil semua harta kekayaan dan properti milik bani Nadir serta mengusir mereka. Maka Bani Nadir pun mengungsi ke Khaybar, yang merupakan benteng orang-orang Yahudi di sebelah Utara Madinah. Inilah yang membuat Safiyah tinggal di Khaibar dan menikahi Kinana, pemimpin muda dari kota tersebut. Akan tetapi, ayah Safiyah, Huyai bin Akhtab, dipancung lehernya ketika Muhammad menyerang suku Yahudi yang terakhir di Madinah, yaitu Bani Qurayzah.


Bersambung.....

Akbarman Tanjung

No comments: